Tuesday 15 January 2013

Pemilik Kawah Luka


Untuk kamu, yang punya seribu kata maha dewa @adimasnuel
*aduh, ketinggian :p

Aku tidak suka perkenalan yang tertele-tele. Begini saja, aku dulu yang memakai jasamu untuk mengantarkan suratku pada kota tercintaku. Satu-satunya surat cinta yang aku tulis di program tahun lalu. Awalnya, aku (terpaksa) mengenalmu hanya karena kamu adalah tukang posku. Tapi sungguh, ini keterpaksaan yang menggembirakan. Aku seperti menemukan dunia yang aku impikan. Karena keisenganku membuka kawah luka-mu lah, aku jadi jatuh hati padamu. Oh baiklah, mungkin tidak sejatuh itu. Aku mahasiswa sastra yang mudah jatuh hati pada kata-kata sutra. Jadi ini semua salahmu.

Untuk seseorang yang berumur lebih muda dariku, aku cemburu. Aku cemburu pada kebisaanmu merangkai kata-kata menjadi sebuah puisi sarat makna. Sampai sekarang pun, masih ada beberapa puisimu yang tak juga ku mengerti maksudnya, belum ku ketahui pesan tersembunyinya. Membaca puisimu seperti bermain teka-teki dengan bom waktu. Sebenarnya sudah berapa banyak buku sastra dan filsafat kau telan di sela waktumu?

Aku paling suka salah satu kalimat dipuisimu yang begini: ajari aku tuk berpikir masak-masak, biar lara tak ku telan mentah-mentah. Untuk itukah kau namai ladangmu dengan nama kawah luka? Apa memang sesakit itu? Entah sebuah dusta, atau kejujuran yang terlampau nyata, aku tetap suka caramu bersembunyi dari hingar-bingar dunia; menulis puisi-puisi itu. Jadikan lah seribu, agar bisa ditengok tanpa jemu.

Terimaksih untuk membaca (yang hampir mirip) surat cinta ini. Jika suatu hari nanti kau sudah lelah menulisi kawah luka-mu lagi, jangan lupa ada aku yang hobi menunggu postinganmu.

Terimakasih untuk tetap menyadarkanku bahwa aku menyukai puisi lewat goretan tanganmu, atau lebih tepatnya tarian jemarimu. Aku akan lebih banyak bersajak, meski hanya untuk diriku.

Terimakasih untuk seratus enam puluh sembilan puisi yang sudah kau sediakan untuk ku baca sewaktu-waktu. Boleh tidak kalau yang ke seratus tujuh puluh nanti buatku? Hahahaha.

Sudahlah, masih akan banyak pertanyaan dan permintaan jika tak ku hentikan dari sekarang.

Selamat menyelesaikan buku antologi puisi tunggalmu. Aku akan sabar menunggu. Kelak, kalau sudah jadi, jangan lupa mention aku. Aku tidak akan keberatan mengantri demi bukumu. Sungguh.

aku, yang tinggal di kota sebelah rumah orang tuamu.
@tiaratirr

No comments:

Post a Comment