Monday 17 July 2017

[Resensi] Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi oleh Eka Kurniawan

Judul Buku          : Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi
Penulis                 : Eka Kurniawan
Penerbit               : PT. Bentang Pustaka
Halaman              : 170
ISBN                    : 978-602-291-072-5
Cetakan I             : Maret 2015

Hari itu sebenarnya saya tidak berencana membeli buku. Anehnya, setiap kali langkah saya berbelok memasuki toko buku, sekonyong-konyong saya pun tidak bisa menolak keinginan untuk menyamber paling tidak sebuah buku. Dan begitulah, saya terpukau dengan sampul dan judul panjang sebuah buku yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka; Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi. Untuk sebuah judul, buku yang merupakan kumpulan cerpen karya Eka Kurniawan ini terbilang tidak biasa. Saya maklum, penulisnya saja tidak biasa. Saat mengikuti forum diskusi terbuka dari Ubud Writers & Readers Festival tahun 2015 lalu, di mana si penulis buku menjadi salah satu panelisnya, Eka Kurniawan sudah mendapat julukan tersendiri; A Writer to Watch.

Penuturan Eka Kurniawan yang jujur dan polos saat menceritakan kisah perjalanan panjang dalam dunia sastra dan menulisnya kala itu, tidak jauh berbeda dengan kejujuran alur cerita dari tiap cerpen dalam buku ini.

Dengan apik, Eka Kurniawan berdongeng melalui cerpen-cerpennya, membuat saya terpental ke sebuah masa, bahkan tempat yang berbeda. Ceritanya lugu dan sebenarnya sangat umum terjadi. Namun, justru keluguan cerita yang dibalut dengan satir dan metafora tersebutlah yang menjadikan setiap halaman demi halaman buku ini terasa istimewa.

Dimulai dari Gerimis yang Sederhana, melalui cerpen pertamanya, seolah Eka Kurniawan ingin menceritakan sebuah kekacauan di suatu masa sebagai bagian dari memori si tokoh utama. Penamaan tokoh Mei dan masa kelam di negara tempat dulunya ia tinggal-Indonesia-pada tahun 1998, justru membuat saya bertanya; Apakah Eka Kurniawan sebenarnya ingin menyinggung cerita kelam para gadis keturunan Tinghoa yang sempat diperlakukan tidak layak di Indonesia kala itu? Jika demikian, cerdas sekali cara menyusupkan pengetahuan tersebut meski inti ceritanya justru sangat sederhana. Sesederhana seorang pria yang sudah menikah dan melepas cincin pernikahannya sebelum bertemu dengan seorang wanita kenalan barunya.

Ya, cerpen-cerpen Eka Kurniawan dalam buku yang satu ini bergulir seperti cerita sehari-hari sekaligus dongeng. Gincu Ini Merah, Sayang dengan gamblang menggambarkan perbedaan pola pikir lelaki dan perempuan, yang diceritakan lewat kisah pasangan suami istri yang dulunya merupakan pelanggan dan pelayan. Dari ini, saya mengaminkan saja bahwa drama yang terjadi tersebut sangatlah masuk akal. Bukankah katanya lelaki dan perempuan memang berasal dari ‘planet’ yang berbeda?

Mengenai cerpen yang kemudian dijadikan Eka Kurniawan sebagai judul buku ini, tidak kalah mencuri perhatian saya. Barangkali karena menyangkut mimpi, saya suka cita saja membacanya. Saya tergelitik dengan kisah perempuan yang bergerak untuk menemukan cinta sejati setelah melihat pertanda dari mimpi-mimpinya. Barangkali tidak masuk akal, tapi saya menyukai kegigihannya. Segigih Santiago-tokoh Paulo Coelho dalam Sang Alkemis-yang memulai perjalanan untuk mencari harta karun dekat piramida hanya karena pernah memimpikannya.

Selain tiga inti dari cerpen yang telah saya ulik di atas, ada dua lainnya yang berkesan. Teka Teki Silang yang mendebarkan dan membuat saya berharap ceritanya bisa lebih panjang, serta Pengantar Tidur Panjang yang mengharukan, di mana si tokoh utama juga digambarkan sebagai lulusan Ilmu Filsafat, sama seperti si penulis dalam kehidupannya.

Tentu saja, saya tidak bisa mengulas satu persatu cerpen dalam buku ini. Yang pasti, Eka Kurniawan tidak hanya sukses mengetikkan huruf dan merajut kata. Ia memberi pengetahuan terselubung, pemikiran baru, senyum di sudut bibir, dan gelengan kepala heran tidak percaya, bahwa kumpulan cerpen yang diangkat dari kisah sehari-hari bisa saja semenarik ini. 

No comments:

Post a Comment