Untuk yang aku rindukan dengan terlalu,
Kamu. Baiklah, sebut saja ini juga surat rindu. Sudah berapa
lama ya kita tidak saling melepas rasa ingin bertemu? Apa kamu juga
merindukanku? Seingatku, terakhir aku mengunjungimu sewaktu teman dekatku
merengek minta bertemu juga denganmu. Itu sudah lebih dari sebulan yang lalu. Ah
kamu, bisa saja membuat banyak orang buta dan terjebak rasa ngilu ingin
bertemu.
Sudah sejak lama sekali aku ingin mengenalmu. Sejak dulu,
sejak aku ingat kalau dulu aku pernah mengenalmu dalam wujud yang masih lalu. Entah
apa rencana Tuhan, akhirnya sekitar setahun lebih beberapa bulan yang lalu aku
memberanikan diri untuk benar-benar memujamu. Aku ingat, itu bulan Oktober. Pertemuanku
denganmu sudah membawaku ke pertemuan dengan pria itu. Aku jadi tiba-tiba jatuh
cinta padamu, selalu ingin mengunjungimu agar aku bisa juga terus bertemu
dengan pria yang akhirnya sempat menjadi milikku itu.
Iya, itu bukan kemauanku, tapi mungkin kemauan hatiku. Ah,
maaf. Karena dia pula aku jadi sedikit melupakanmu. Kerena kebutaanku pula aku
jadi lambat-laun meninggalkanmu. Tapi Tuhan cukup adil kan? Selama aku pergi,
kamu pasti sudah bertemu banyak manusia baru yang akhirnya juga memujamu. Kamu memang
punya sejuta pesona yang tak akan termakan waktu.
Sebenarnya, aku masih mencintaimu. Aku masih bisa memujamu
tanpa kelu. Tapi kamu tahu, aku setengah menyerah karena sesuatu. Aku terlalu
takut, jika bertemu lagi denganmu, aku akan terus mengingat kenangan yang
seharusnya segera aku lupakan. Iya, aku bahkan sedang belajar untuk membencimu
karena sesuatu yang semu, yang sama sekali bukan salahmu.
Aku sudah berpisah dengan pria itu. Kenapa katamu? Tentu saja karena aku tidak lagi mampu
berbagi (ke)kasih. Lebih baik aku sendiri, dan mungkin saja bisa kembali
padamu, pikirku. Iya, pemikiran itu sempat melintas di kepalaku. Masih maukah
kamu menerimaku? Pasti masih. Sayangnya, aku juga masih terlalu egois untuk
sekedar tidak memikirkan pria itu jika menemuimu. Dan sekarang aku
meninggalkanmu, sama seperti hatiku yang meninggalkan pria itu sendiri melawan
waktu. Toh bukan salahku, mungkin salah hatinya, jarak dan waktu. Tapi apa
peduliku?
Sungguh, aku rindu padamu. Aku rindu harus kepayahan
menyesuaikan gerakan dengan irama lagu-lagu salsa juga bachata yang tak pernah
sukses aku taklukkan dalam hitungan minggu. Aku rindu dibuai lagu-lagu latin
yang selalu ingin ku dengar tanpa jemu. Aku rindu menari di tempatmu, lantai dansa
yang sudah lama tak ku kunjungi karena egoisnya aku.
Andai saja aku sudah bisa berdamai dengan waktu dan hatiku,
aku akan segera mengunjungimu. Tak peduli jika pria itu masih juga menunggu
kesempatan menemuiku di tempatmu, persis seperti yang diucapkannya padaku saat
terakhir bertemu. Entah, belum juga ku putuskan, tapi aku pasti akan mengunjungimu. Mungkin hanya untuk melepas
rindu denganmu, dengan salsa, bachata atau chachacha yang mungkin juga
merindukanku.
No comments:
Post a Comment