Thursday, 3 December 2015

Cerita Lama

Aku tidak begitu menyukai pekerjaanku, tapi aku menikmatinya. Tapi seringkali, aku yakin bahwa aku menyukai perkerjaanku, walau kadang aku tidak menikmatinya. Menghabiskan waktu berdiri hampir 8 jam di ruangan sempit membuatku bosan, kaki-kakiku pegal, mata berlapis softlensku lelah, otakku pusing karena banyak rumus yang harus dihafal, ini lah, itu lah. Pemandangan paling tidak membosankan bisa jadi hanya kendaraan yang terlihat lalu-lalang yang biasa terlihat dari dalam ruangan. Sejak hampir tiga bulan lalu, aku memang banyak belajar. Banyak yang aku temui disini, mulai dari tamu-tamu asal Ambon yang berisik, tamu Makassar yang hampir bisa dibilang genit, tamu Jakarta yang baik dan suka memberi tip, tamu Belanda yang ramah, tamu Inggris yang lucu, tamu Prancis yang ribet, tamu Australia yang suka diajak mengobrol, tamu Belgia yang tampaaan, ah terlalu banyak.

***
Aku menemukan tulisan ini dalam sebuah draft, mari dilanjutkan. Sudah dua bulan lebih aku mengakhiri rutinitas 8 jam di tempat itu, sebuah hotel bintang tiga yang letaknya hampir di tengah kota. Selain karena sudah lelah, aku pun harus kembali ke bangku kuliah. Beginilah, sebagai mahasis(w)a yang harus menambah satu ekstra semester, aku diharuskan untuk lulus secepatnya. Ini mandat orang tua, hahaha.

Dulu, semasa aku masih menjadi front desk agent, aku selalu mengeluh; seragamku kurang nyaman dikenakan, high heelsku terlalu menyebalkan, jadwal kantorku kurang bisa disesuaikan, belum pula fom yang kadang suka banyak komentar. Meski kesal, sekarang aku menikmatinya. Disana aku belajar. Berinteraksi dengan banyak orang dan bahkan tumpukan kertas yang menjemukan dan layar komputer yang enggan ---

***
Dua paragraf diatas adalah janin dari postingan saya yang gagal dilahirkan, dua kali. Ah barangkali ini waktu dimana saya harus mengutuk betapa malasnya saya menyelesaikan sesuatu. Tanpa mengurangi, menambah atau mengedit kata yang sudah saya ketik entah berapa belas bulan yang lalu, saya bermaksud melanjutkan postingan tertunda ini. Saya sudah bukan saya yang dulu, setidaknya usia saya sudah bertambah. Cara saya menulispun juga. Mulai dari paragraf ini kebawah, saya memilih untuk bersaya daripada beraku. Tidak masalah bukan?

***

Oke! Janin saya gagal dilahirkan lagi. Entah kapan terakhir kali saya menyentuh blogger usang dan mengedit tulisan ini. Sekarang saya sedang berada di ruangan bernada ribut lagu-lagu hits dari accu radio. Saya hanya ditemani beberapa manusia yang sibuk dengan urusannya sendiri; seorang akunting yang sibuk menghitung angka, seorang desain grafis yang sibuk memainkan komputernya, sisanya menghilang.

Sekarang saya adalah seorang editor. Lucu juga saat mengakui bahwa saya adalah seorang editor tapi enggan mengedit tiga janin paragraf yang entah berapa lama tidak saya lanjutkan. Saya benar-benar pemalas. Saya sendiri lupa tentang apa yang ingin saya tuliskan waktu itu. Membaca judulnya, saya harus memperkirakannya sendiri.

Saya pernah menjadi seorang front desk agent, lalu educator tour. Saya terbilang ramah dan sangat sabar. Barangkali hingga sekarang. Maksud saya, saya sangat pintar (jika diharuskan) berlaku ramah dan sangat sabar. Sebuah cerita lama yang entah mengapa membuat saya tergelitik juga.

Seperti yang saya ceritakan, saya banyak bertemu orang. Sebagai editor, saya juga diharuskan banyak-banyak bertemu orang. Tentu saja, masih doyan tebar senyum manis tapi kali ini ala anak media. Seperlunya saja, tidak terlalu tulus tidak apa.

I ever dreamed to be an editor of lifestyle magazine. Now, I am. Time flies, dreams come true, stand still, or changed.

Saya sangat kagum dengan keajaiban yang Tuhan ciptakan. Tentang doa-doa dan pengharapan spontan yang dikabulkan. Tentang segala kebetulan yang bisa jadi sudah Dia rencanakan.


Saya mengunggu waktu pulang, sambil tersenyum terkenang cerita lama yang usang. Saya tidak bisa melupakan saya yang dulu. Saya besok tentu juga tidak bisa melupakan saya yang sekarang. Saya ingin menuliskan lebih banyak kalimat random lagi, tetapi sepertinya lain kali saja.



An editor in the boredom,

Tiara




No comments:

Post a Comment