Aku adalah hujan yang dijatuhkan Tuhan dalam sosok yang
mereka sebut gerimis. Diharapkannya aku menjadi rintik yang tahu diri, kapan
harus menangis, kapan harus berlaku sadis. Tidak pernah ditengoknya aku di
tanah surga kering yang kini telah basah olehku ini. Dibiarkannya saja aku
berlaku mengikuti naluriku, logikaku, egoku, nafsuku, tanpa ragu.
Aku adalah hujan yang diharap-harapkan datang saat matahari dan
manusia sama-sama berlaku terlalu naif. Mereka pikir mereka lah yang berhak
mengatur rintikku yang tak kunjung datang. Tidakkah mereka tahu kalau aku tidak
pernah bosan melihat rengekan?
Aku adalah hujan yang datang kepagian. Tidak pernah aku
menutup telingaku meski banyak diantara mereka mengutukku tak jemu. Tidak
sedikitpun aku menyesal telah diturunkan Tuhan.
Aku adalah hujan yang selalu engkau perhatikan dari jendela
kamarmu. Kau nikmati setiap tetes rintikku dari kejauhan. Kau pandang aku
berjam-jam tanpa mengeluh seperti manusia kebanyakan. Kau ciumi wangi tanah
basah yang telah aku pesonakan. Hanya enggan kau sentuh karena derasnya rintik
yang telah kutarikan.
Aku adalah hujan yang mereka sebut bandang. Berkawan dengan
kesombongan. Caci aku, silakan. Bukan salahku jika merusakkan rumah dan tanaman
di pekarangan. Ingat dulu siapa yang membuang berkotak-kotak kenangan di
pinggir jalan.
Aku adalah hujan yang mengalir di pelupuk matamu, datang
karena penyesalan. Aku tidak membencimu, hanya tidak mau lagi mengacuhkanmu
tanpa segan. Aku jahat? Memang.
Aku adalah hujan. Yang lebih suka menangis dalam diam.
No comments:
Post a Comment