Tuesday 2 April 2013

Hujan


Aku adalah hujan yang dijatuhkan Tuhan dalam sosok yang mereka sebut gerimis. Diharapkannya aku menjadi rintik yang tahu diri, kapan harus menangis, kapan harus berlaku sadis. Tidak pernah ditengoknya aku di tanah surga kering yang kini telah basah olehku ini. Dibiarkannya saja aku berlaku mengikuti naluriku, logikaku, egoku, nafsuku, tanpa ragu.

Aku adalah hujan yang diharap-harapkan datang saat matahari dan manusia sama-sama berlaku terlalu naif. Mereka pikir mereka lah yang berhak mengatur rintikku yang tak kunjung datang. Tidakkah mereka tahu kalau aku tidak pernah bosan melihat rengekan?

Aku adalah hujan yang datang kepagian. Tidak pernah aku menutup telingaku meski banyak diantara mereka mengutukku tak jemu. Tidak sedikitpun aku menyesal telah diturunkan Tuhan.

Aku adalah hujan yang selalu engkau perhatikan dari jendela kamarmu. Kau nikmati setiap tetes rintikku dari kejauhan. Kau pandang aku berjam-jam tanpa mengeluh seperti manusia kebanyakan. Kau ciumi wangi tanah basah yang telah aku pesonakan. Hanya enggan kau sentuh karena derasnya rintik yang telah kutarikan.

Aku adalah hujan yang mereka sebut bandang. Berkawan dengan kesombongan. Caci aku, silakan. Bukan salahku jika merusakkan rumah dan tanaman di pekarangan. Ingat dulu siapa yang membuang berkotak-kotak kenangan di pinggir jalan.

Aku adalah hujan yang mengalir di pelupuk matamu, datang karena penyesalan. Aku tidak membencimu, hanya tidak mau lagi mengacuhkanmu tanpa segan. Aku jahat? Memang.

Aku adalah hujan. Yang lebih suka menangis dalam diam.