Thursday 11 October 2012

#PecahDiUbud

Jadi ceritanya, pagi buta itu, sekitar jam 2 pagi tanggal 5 Oktober itu, aku lagi gentayangan di timeline. Hahaha, terus mas Alex lagi ngetwit pake hashtag PecahDiUbud, terus aku ikutan, terus ketagihan, terus.. Hahaha. Dan sumpah, walau temanya bisa bikin nyesek (kampret, sempet nyesek beneran deh), but it's kinda addicting. (,--)
Kalo ditanya kenapa Pecah Di Ubud? (Masih) kalo kata mas Alex, sejarahnya adalah ada beberapa orang berkumpul di Ubud, dan ‘pecah’ bareng in heartbreak. Begitulah..

Here's my tweets..

Should I still call it love, when there is no more us between you and I?

We used to be together, we used to love each other, so why can't we stay to be lover?

You keep loving your reflection. I keep loving my imagination. Once of our lives, can we keep walking through our direction?

Don't say I've hurt you that much. You just never realize that I love you so much.

I kissed you in the rain. You hugged me for those pain. See, love was never easy to explain.

I remember a poem you gave me, unfinished poem of our eternal love that have ended somehow.

I've never felt a bittersweet kiss before yours. A kiss you gave me to say 'I don't love you anymore'.

For once of my life, let me hate you for a second. Because I've loved you for years, even when you never notice my tears.

The wind of your presence now have waken my gloomy memories up. Those I've burried when we decided to break up.

I love to see you have those loud laughs, even when they aren't for me anymore.

You hurt me. I hurt you back. And we never understand why we let it happened, till it finally broke our promises.

I can always find another man much much better than you, but I just don't want to.

*kalo dibaca dari awal sampe akhir, mirip cerita ya? haha! x)


Nah, selain twit-twit (pagi buta)ku tadi, ada beberapa twit bagus lainnya pake hashtag PecahdiUbud. Sebenernya banyaak yang bagus, tapi bakalan baru selesai bulan depan kalo ditulis semua. Check some.

: our memories are like dry leaves, dead. but people surely step on them just to hear the cracking noise. we're just an old story

: You've accepted me as a lover, but can you accept me as a commitment?

: Before you, I heard love is just for two

: John Mayer was right. All we ever do is say goodbye. One question remain unanswered: why?

: it's irony that the best remedy of the pain you left is by keep remembering you. Bitter.

#PecahDiUbud RT : Kini, apa yang kau ketahui dari diriku? Selain seseorang yang masih saja mengarapkan masa lalu menjadi masa depan

Monday 1 October 2012

Selamat Malam Uti!


“Leh ngati-ati sekolahe. Tumindak leh becik. Neg wis dadi wong sukses sesuk, ojo ngasi lali karo sedulur yo nduk..”

Kira-kira begitu kalimat paling aku ingat dari Eyang Uti. Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sih intinya, aku dipesan untuk tidak melupakan saudara-saudaraku kalau sukses nanti. Sudah sebulan lebih sejak terakhir aku betemu beliau. Eyang Uti, ibu dari Ibuku, adalah wanita tua buta huruf yang suka sekali menahanku kalau aku hendak pulang lepas mengunjunginya. Aku memang dekat dengannya. Aku suka mendengar ceritanya, walau kadang bosan dan kelu karena hanya itu-itu saja. Ceritanya tidak pernah berubah, selalu tentang silsilah keluarga, tentang keluarga di Bali, moyang dari Sampang Madura, tentang beberapa orang-orang tua bernama Raden Rangga Rini, Tumenggung Mandalika, Pangeran Katong, Raden Ayu Saraswati, entah siapa lagi. Aku tidak selalu memperhatikan memang, tapi aku ingat runtutan cerita Eyang Uti dengan hampir sempurna. Setiap kali beliau bercerita, aku seperti mendapat setumpuk buku dongeng tidur yang aku suka. Aku dan keluargaku memang pernah tinggal serumah dengan beliau selama sekitar empat tahun. Lalu kami pindah rumah, lalu kami jadi jarang bertemu, lalu kami kadang rindu. Dulu, masih ada Akung yang setia ditemani Eyang Uti. Sampai akhirnya tiga tahun yang lalu, Akung berpulang, Eyang Uti sendiri..

Pagi tadi aku membuka album poto lama yang aku temukan sembari menata kamar. Ada potret Eyang Uti yang kira-kira diambil dua puluh tiga tahun lalu, saat beliau menemani Akung menjadi wali nikah orang tuaku. Dimana lagi aku bisa menemukan potret Eyang Uti  selain di album poto pernikahan orang tuaku. Potret diri beliau tidak jauh berbeda dengan beliau saat terakhir kali bertemu saat Lebaran bulan Agustus lalu, masih sangat terlihat begitu jawa, masih terlihat hitam, masih terlihat dengan kondenya, hanya lebih hidup, lebih tersenyum bahagia, lebih bernyawa.

Di playlistku malam ini hanya ada satu lagu. Lagu yang membuatku merasa sedikit lebih baik mungkin. Satu diantara banyak lagu Mariah Carey yang aku sukai dengan sangat.

/ I never knew I could hurt like this / and everyday life goes on like / "I wish I could talk to you for awhile" / miss you but I try not to cry / as time goes by / and it's true that you've reached a better place / still I'd give the world to see your face / and I'm right here next to you / but it's like you're gone too soon / now the hardest thing to do is say bye bye /

Seharusnya aku sudah ikhlas. Seharusnya aku sudah merasa cukup dengan mengatar Eyang Uti berpulang ke tempat peristirahatan terakhirnya, lebih dari sebulan yang lalu. Terlalu banyak cerita yang seharusnya aku bagi dengannya. Terlalu banyak rindu yang masih menyesaki dada. Andai saja masih bisa bertemu, aku rela mendengar lagi ceritanya, yang itu –itu saja. Iya, aku rela..

Kemarin kami mengirim doa untuk beliau, lewat yang kami kenal sebagai adat jawa, empat-puluh hari sejak tanggal berpulangnya. Semoga beliau tenang di alam sana, karena kami disini baik-baik saja. Karena aku disini baik-baik saja.

Selamat malam Eyang. Salamat jalan..